Jumat, 10 Juni 2011

Analisis Moralitas & Stabilitas Sosial Terhadap kasus Pornografi



Istilah MORALITAS kita kenal secara umum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan perilaku sosial, etika hubungan antar-orang. Baik dan buruk, benar dan salah. Moralitas berasal dari dalam kepribadian manusia itu sendiri. Binatang tidak memiliki moralitas karena tidak memiliki kepribadian.  Moralitas manusia berasal dari kehidupan keluarganya. Jadi keluarga yang baik akan menghasilkan pribadi yang memiliki moralitas yang baik pula. Keluarga adalah tempat mendidik moralitas. Sangat disayangkan pada masa modern saat ini banyak keluarga yang berantakan nilai-nilainya.
Agama dan Moralitas. Moralitas dan agama tidak harus sama. Kesadaran pribadi akan moralitas, tidak selalu harus bersifat relijius. Ada kesadaran akan tanggung jawab yang bukan spiritual. Namun demikian moralitas ini berkaitan erat denagan agama. Moralitas ajarannya tidak terpisahkan dari agama sebagai kehidupannya. Ajaran tentang moralitas bukan dari sifat manusia itu sendiri, tetapi dari hubungan manusia dengan Tuhan. Moralitas seseorang akan dikenali melalui tindakannya. Tindakan moral adalah perbuatan manusia yang dicirikan oleh kecerdasan tertinggi.
Peredaran pornografi dalam berbagai bentuk dan media, pemalsuan, KKN, dan berbagai kejahatan moral yang merajalela di dunia sekarang ini tidak akan bisa diberantas dengan hukum dan kekerasan. Sebaliknya, lambat laun peraturan tertulis itu yang akan terpengaruh dan berubah. Tanpa kembali pada moralitas, masyarakat akan makin bobrok dan hancur, seperti hancurnya Kekaisaran Romawi yang megah itu oleh kerusakan moralitas mereka. Kita harus kembali pada moralitas pribadi dan mengajarkan semua orang untuk bertindak sesuai moralitas yang baik. Jika (sebagian atau semua) orang bermoral baik, mau mengikuti kehendak Tuhan yang baik, dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral itu, maka dunia pasti akan berubah. Itu adalah tugas kita sebagai manusia, sebab kita yang melaksanakannya dalam kehidupan.
Persoalan hukum dan moralitas pernah diidentikkan ketika agama menguasai pemerintahan (baca: monarki) pada abad ke- 15 sampai abad ke-16. Perbuatan penodaan agama sama beratnya ancaman hukuman dengan menentang raja; pezina dihukum bakar hidup-hidup (menurut hukum gereja) atau dirajam (menurut hukum Islam). Sistem hukum pidana Indonesia yang berlaku saat ini berasal dari peradaban Barat yang telah sejak berabad lamanya menganut paham individualistik. Moralitas yang diunggulkan adalah moralitas individual, bukan moralitas masyarakat. KUHP yang digunakan sampai saat ini dilandaskan moralitas individual bukan moralitas sosial apalagi moralitas Pancasila.
Dengan kata lain,Balkin mengatakan bahwa sia-sia mengaitkan hukum dan moralitas di dalam mengatur kehidupan setiap anggota masyarakat. Begitupula para ahli filsafat seperti Hans Kelsen, Jeremy Bentham, dan John Austin, yang menolak unsur moralitas dari hukum, dan pandangan tersebut sampai kini masih dianut sebagian besar teoritisi hukum dan praktisi hukum di Indonesia. Paham tersebut telah memengaruhi cara pembentuk UU,bahkan pascareformasi.
Undang-Undang Pornografi merupakan undang-undang yang telah berhasil mengkriminalisasi moralitas dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.Di dalam UU Pornografi, kata kunci dalam definisi tentang pornografi adalah,“melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/ atau pertunjukan di muka umum yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.
Ketika tindak asusila makin merajalela, maka moralitas masyarakat jelas akan memudar dan hilang seiring makin bobroknya tindak hukum di negri kita ini. Setelah moralitas masyarakat rusak maka stabilitas sosial pun akan rusak seiring dengan perkembangan zaman yang tanpa control dan besarnya pengaruh media yang merubah kebiasaan dan adat tidak sesuai dengan norma-norma yang belaku, sehingga prilaku asusila atau pornoghrafi akan sangat mudah masuk ke dunia masyarakat umum terutama remaja dan anak-anak sehingga memporak porandakan stabilitas social dan moralitas social yang sudah terbentuk. Peran lembaga-lembaga keagamaan dan lembaga pemerintahan di sini harus lebih ekstra dalam menstabilkan stabilitas social dan meluruskan moralitasnya secara umum. Secara khusus peran setiap individual yang mengendalikan dirinya sendiri supaya tidak terlibat dalam kehancuran moral dan stabilitas social.
Pengaruh media dalam pornoghrafi ini juga sangat besar sehingga masyarakat sangat mudah untuk mengakses dan menumbuhkan rasa penasaran pada setiap individu. Contoh yang kini tengah gencar dalam beberapa bulan ini menjadi topik utama mengenai pornoghrafi, yaitu kasus yang melibatkan pasangan selebritis terkenal sekelas Ariel Peterpan dan Luna Maya, juga Cut Tarie. Kasusu ini menjadi semakin berlarut-larut tatkala pemberitaan di  berbagai media semakin memanas dan tindak hokum tidak juga segera membereskannya sehingga memicu rasa penasaran masyarakat yang belum melihat jelas video porno yang pemainnya Ariel Peterpan, Luna Maya, dan Cut Tarie. Dari kejadian ini jelas masyarakat kita sangat di rugikan dari segi moral dan stabilitas social menjadi tidak stabil.
Kasus ini bukan hanya menjadi konsumsi warga Indonesia saja, namun sudah menembus internasional sehingga moral negri ini jelas terlihat bobrok di pandangan Negara lain dan golongan yang ingin mengambil keuntungan dari kasus ini jelas tertawa bahagia melihat Negara kita yang mayoritas penduduknya muslim ini hancur oleh dirinya sendiri tanpa mereka harus susah payah memporak porandakan stabilitas social Negara kita.
Peran pemerintah dalam masalah pornoghrafi masih terlihat acuh tak acuh, tak ada tindakan nyata dalam pemberantasan perilaku pornografi apapun bentuknya. Seperti masih banyak kita lihat dalam film-film yang hanya mengumbar seksualitas semata. Undang-undang hanya sekedar undang-undang yang tertulis tak sesuai dengan realisasinya dalam hukum.

0 komentar:

Posting Komentar